Rabu, 03 Desember 2008


Mangganjat Sarang Walet, Olahraga Tradisional HSS (2-habis)

Mangganjat Sarang Walet, Olahraga Tradisional HSS (2-habis)

Hanya lakon ritual saat permainan

Namanya juga permainan. Jadinya, ini hanya sebagai imitasi dari kegiatan mancari sarang walet sesungguhnya. Ritual babacaan yang biasa dilakuan pencari walet di gua. Saat permainan olahraga hanya sebagai lakon saja.

M WAHYUNI, Kandangan

Menurut Mahriadi, olahraga tradisional memetik sarang walet ini, imitasi dari kegiatan pencarian sarang walet di goa-goa. Bahkan nama mangganjat itu merupakan sebutan bagi bubuhan pemetik sarang walet. Alat untuk memanjat ke sarang walet terbuat dari bambu yang dinamakan dengan sugung. “Bila bagian panggulaan (pencari gula aren, red) alat naik yang terbuat dari bambu itu disebut dengan sigai,” kata PNS Dinas Pendidikan Bidang olahraga dan pemuda ini, kemarin. Olahraga tradisioal juga dipadukan dengan seni tari, sehingga olahraga ini terasa asyik saat dinikmati. Bila dalam permainan olahraga tradisional, gaganjat menggunakan batang bambu. Tapi bila aktivitas sebenarnya memetik sarang burung di goa, gaganjat terbuat dari kayu ulin.

Apakah ada ritual khusus? Memang tidak ada ritual seperti orang banaik sarang burung walet di goa. Tapi saat pertunjukkan memang ada lakon seperti ritual di sekitar sugung. Sebenarnya, sebut Mahriadi, Kabupaten HSS tidak hanya mangganjat sarang walet yang berhasil mengharumkan nama Kalsel.

Prestasi di Manado itu bukan yang pertama, Tahun 2005 lalu HSS juga mewakili Kalsel di pekan olahraga tradisonal di Kutai Kertanegara. Hasilnya, olahraga tradisional Naik Sigai waktu itu menjadi terbaik 1. Lalu Tahun 2006, kembali HSS mewakili Kalsel. Tahun itu event digelar di Lampung, kontingen HSS membawakan olahraga tradisional balanting paring. Hasilnya, meraih juara favorit 1 dan penampilan II terbaik. “2007 mewakili Kalsel bukan dari HSS. tapi tahun 2008 kembali HSS lagi dan berhasil menjadi terbaik 8,” akunya. Sayangnya, banyaknya prestasi yang berhasil ditorehkan oleh kontingen HSS yang mewakili Kalsel seolah tak berbekas di mata Dinas Pendidikan Kalsel. Betapa tidak, hingga detik ini belum ada penghargaan. Jauh penghargaan berupa materi seperti pada atlet-atlet yang berprestasi dalam bidang olahraga prestasi. “Selama ini yang memberi penghargaan dan bonus malahan dari Pemkab HSS. Provinsi belum ada apa-apa. Padahal prestasi ini membawa nama harum Kalsel,” katanya. Secara terbuka, Mahriadi mengatakan sejatinya Pemprov harus memberikan perhatian yang khusus bagi olahraga tradisional ini. Jangan dinomorduakan

Sedangkan, Suki (30) salah seorang pemain olahraga tradisional Mangganjat Sarang Walet dan juga pernah berpengalaman menjadi penjaga sekaligus pemetik sarang burung walet. Menurutnya, Tahun 1990-an ia pernah menjadi pemetik sarang burung walet di KM 42 Batulicin. Tepatnya, di Gunung Pambicaraan. Waktu itu, ia bersama satu temannya menjaga liang (gua) sarang walet tersebut. Ritual khusus untuk memetik sarang walet, sebutnya memang ada. Yang penting si pemetik babacaan dan mematuhi kaidah-kaidah yang berlaku. Misalnya, minta petunjuk kepada warga kampung situ, juga dilarang saat memetik sarang walet menggunakan penerangan dengan bakar minyak tanah. Pasalnya, burung walet yang pernah mencium bau minyak tanah, ia tidak mau lagi bersarang di tempat. Alias kabur mencari tempat yang lain.

Jadinya, Pemetik hanya bawa lilin dan senter. Sarang burung walet sebutnya, terbagi dua ada sarang hirang (karena bercampur dengan bulu) dan ada sarang putih. “Panen setiap 20 hari. Sekali panen mencapai 25 kilogram,” sebutnya. Selama menjaga burung walet, yang membahayakan, bukan karena ular atau hal lainnya. Tapi bila ada perampokan. ***

olahraga tradisional Kabupaten HSS, Kalsel (1)


Mangganjat Sarang Walet, Olahraga Tradisional HSS (1)

Pemenang Hanya Diarak Keliling

Ada pertunjukkan olahraga tradisional yang unik dan langka yang tercipta dari Bumi Antaluddin Kandangan, Kabupaten HSS. Namanya, Mangganjat Sarang Walet. Saat Festival olahraga Tradisional Nasional di Manado Sulsel. Olahraga ini mewakili Kalsel dan terpilih dalam 10 terbaik se Indonesia.

M WAHYUNI, Kandangan

Olahraga tradisional dengan nama mangganjat (menjuluk atau memetik, red) sarang walet ini tergali dari aktivitas sebenarnya memetik sarang burung walet. Pemain olahraga tradisional ini pun salah satunya pernah menjadi penjaga sarang burung walet sekaligus memetiknya.

Tak hanya nilai ekonomis saja, perilaku ini ternyata juga mengandung nilai-nilai olahraga dan didalamnya terdapat unsur pendidikan, substansi gerak olahraga tradisonal, kesenian gerak, keterampilan, keberanian, kesabaran, keuletan, ketangkasan, ketelitian dan harus memiliki kemampuan fisik yang kuat. Oleh karena itulah, perilaku ini tadi kemudian dikemas menjadi sebuah permainan olahraga tradisonal yang sangat memesona. Tata cara permainannya tidaklah rumit. Permainan ini bisa dimainkan secara beregu atau perorangan. Dipimpin wasit, pemain yang berjumlah 3 orang berdiri melingkar pada posisi yang telah ditentukan di bawah sugung (batang bambu,red) berjangking runcing dan menjulang tinggi. Nah sebelum perlombaan dimulai, terlebih dahulu dilakukan tos atau undian, si pemenang undian adalah orang yang pertama memanjat sugung sambil membawa sebilah tongkat yang diberi nama “gaganjat” yang panjangnya 3 sampai 5 meter dan diujungnya diberi cangkram atau paku. Selain gaganjat, pemain juga dibekali butah (tas ransel orang dayak, red) untuk memuat hasil.

Wasit memberi petunjuk tentang aturan lomba. Dengan aba-aba mulai (bisa dengan ucapan atau dengan alat bunyi seperti peluit) dari wasit, si pemain mulai melakukan panjat sugung secara bergantian sesuai dengan urutan undian dn aturan permainan. Dipuncak sugung, pemain harus mengais-ngaiskan gaganjat untuk mengambil sarang burung sebanyak-banyaknya. Wasit akan memberikan aba-aba stop apabila waktu atau pemain telah menyelesaikan tugasnya. Pemain harus segera berhenti mengais-ngais gaganjat, kemudian turun dan kembali ke tempat semula dan menyerahkan hasil perolehannya kepada wasit. Setelah itu, dilanjutkan dengan pemain berikutnya untuk melakukan tugas sebagaimana tugas pemanjat sebelumnya. Setelah semua pemain selesai melakukan permainannya barulah dilakukan perhitungan hasil dari masing-masing sarang walet yang didapatnya. “Siapa yang terbanyak itulah sang pemenang. Dan bila ada jumlah yang sama, maka wasit akan melihat kecorobohan-kecorobohan dan waktu yang harus ditempuh oleh masing-masing pemain. Gaganjat terjatuh, waktunya lebih akan ada pengurangan nilai,” kata Mahriadi, wasit dalam olahraga.

Dalam permainan olahraga tradional mengganjat sarang walet ini, sang pemenang tidaklah mendapatkan medali atau penghargaan lainnya, melainkan hanya digendong berkeliling lapangan oleh pemain lain. Ya inilah, namanya olahraga tradisional, bukan seperti olahraga prestasi yang dapat hadiah. “Yang kalah hanya mendapatkan hukuman, misalnya dengan menggendong atau menghambin si pemenang,” akunya. (bersmbung)